Pemerintah harus membenahi data produksi
dan memperbaiki metode pengumpulan data, di sisi lain pelaku usaha
perunggasan harus bekerja sama memberikan data yang benar.
Diperlukan tatanan regulasi yang sangat ketat
untuk mengatur pasar sehingga bisnis perunggasan tumbuh dengan sehat.
Dan pemerintah harus berperan agar pasar bergerak dinamis dan leluasa
memberikan sinyal–sinyal yang tepat kepada pasar. Ini ditekankan Ketua
KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Muhammad Nawir Messi. “Jangan
sampai pemerintah justru menghambat pasar dan membuat harga bergerak
tidak terkendali,” ujarnya berpesan.
Ditambahkannya, pemerintah juga dituntut perannya agar pelaku usaha
lokal dan nasional mampu bersaing sertapunya tempat dalam proses
persaingan bebas. “Tugas kami memperhatikan dan terus memantau agar
proses persaingan itu berjalan sehat,” tandas Nawir.
Sekretaris Jenderal GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas)
Indonesia, Chandra Gunawan berharap peternak kecil bisa tumbuh, dan
adalah tugas pemerintah melakukan pembinaan dan perlindungan kepada para
pelaku usaha perunggasan. Salah satunya memberi insentif berupa kredit
bunga rendah. “Aturan tata ruang juga harus lebih ketat lagi. Aturan
otonomi daerah jangan sampai mengatur semuanya karena sangat berbeda
dengan aturan kesehatan ayam,” ujarnya.
Saran lain dari Chandra, KPPU mendengarkan dan melihat lebih kongkrit
realitas bisnis perunggasan di lapangan agar bisnis yang menghidupi
lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia ini lebih baik ke depan.
“Diantara para pelaku perunggasan yang terlibat harus menjaga hubungan
yang baik, lebih singkron dan bersinergi untuk kemajuan perunggasan ke
depan,” katanya.
Perbaiki Data
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Prof Bustanul Arifin berpendapat, pemerintah harus memiliki data produksi dari semua pelaku usaha sektor perunggasan termasuk memperbaiki metode pengumpulan data. “Data mengenai produksi pakan atau DOC tiap perusahaan saja pemerintah tidak punya. Tapi kita bisa berharap ada perbaikan data dengan adanya sensus pertanian pada Mei ini. Di sisi lain, swasta juga harus bekerjasama dan memberikan data yang benar,” ujarnya setengah menegur.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Prof Bustanul Arifin berpendapat, pemerintah harus memiliki data produksi dari semua pelaku usaha sektor perunggasan termasuk memperbaiki metode pengumpulan data. “Data mengenai produksi pakan atau DOC tiap perusahaan saja pemerintah tidak punya. Tapi kita bisa berharap ada perbaikan data dengan adanya sensus pertanian pada Mei ini. Di sisi lain, swasta juga harus bekerjasama dan memberikan data yang benar,” ujarnya setengah menegur.
Ia pun menyoroti data jagung sebagai persoalan serius dan merupakan
pekerjaan rumah pemerintah. Saat ini perhitungan data jagung dilakukan
terpisah. Kementerian Pertanian mengestimasi luas lahan pertanian
sementara BPS (Badan Pusat Statistik) mengestimasi produktivitas lahan.
“Di waktu mendatang sebaiknya perhitungan data jagung dilakukan BPS,”
saran Bustanul.
Ketua Umum GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia), Sudirman menegaskan perlunya pembenahan database
oleh pemerintah. Faktanya, kata dia, dunia usaha tidak pernah bisa
menggunakan data dari BPS sebagai pijakan. Data produksi jagung,
misalnya, industri pakan ternak tidak bisa menggunakan data BPS untuk
basis bisnis. “Padahal konsumen terbesar jagung adalah pabrik pakan,
karena 50 % bahan baku pakan adalah jagung,” terangnya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon